Jumat, 05 Agustus 2016

Bailoch:9

Title: BAILOCH
Cast: Edrick || Sarah a.k.a aku || and other support cast
Genre: Mistery, romance, school life

Enjoy!!


....



“Sarah, kau tidur sambil berjalan lagi?”

          Aku memutar tubuhku, itu papa.

“Ayo, kembali ke tempat tidurmu. Dulu, tanpa sepengetahuan papa kau sudah berada diluar, didekat pohon sycamore, tertidur sambil berdiri disana. Dan sekarang, kau melakukannya lagi.”

  Tidur sambil berjalan ? Aku tidak melakukannya. Aku terjaga dan sadar dengan apa yang aku lakukan.

“Aku mendengar sesuatu didalam sini, pa.”

“Yang papa dengar hanya suara langkah kakimu.”

        Sudahlah, ini tidak begitu penting. Sulit bicara dengan papa. Ini cukup menjadi rahasiaku sampai aku mengetahui semuanya.

            Pagi ini papa berangkat kerja lebih awal, pagi sekali. Sehingga dia tidak sempat menyiapkan sarapan untukku. Hanya ada dua potong roti tawar dengan mentega dan sebotol susu diatas meja. Kemarin, aku sangat senang bisa makan malam dengan Mr dan Mrs Rudolf, seolah-olah itu adalah hal paling menyenangkan dalam hidupku. Sekarang, semuanya kembali normal, sepi, sunyi, dan kesepian. Di rumah aku selalu sendiri, di sekolah pun selalu sendirian. Oh, betapa malangnya nasibku. Selama ini hanya diriku seorang yang menemani diriku. Hanya aku yang berbicara dengan pikiranku sendiri. Sepertinya aku mulai depresi. Tidak !



                                        *   *   *


       Aku pergi ke perpustakaan selepas jam pulang. Berniat membaca beberapa buku yang aku butuhkan. Tapi sepertinya aku sedang malas membaca dan belajar. Padahal aku harus mencari tahu semua tentang Edrick. Otakku telah berontak, seharian ini aku sudah belajar penuh di kelas, dan aku tidak sanggup lagi belajar. Jadi, aku putuskan untuk pulang. Aku ingin mengunjungi Mrs Rudolf dan meminta makanan. Bukan bermain dengan sapi-sapinya seperti dulu. Mereka semua sudah mati. Mati oleh mutan jahat itu. Tunggu, sapi-sapi Mr Rudolf telah mati semuanya, sedangkan Edrick harus meminum darah untuk tetap hidup, lalu darimana dia memperoleh darah beberapa hari ini? Aku mulai merinding, jangan-jangan, ah tapi mungkin saja dia mendapat darah dari tempat pemotongan sapi. Itu lebih masuk akal.

            Sepertinya akan datang badai lagi. Tapi, aku sudah hampir tiba di rumah Mr Rudolf, apakah dia akan mengusirku lagi? Paling ini hanya badai biasa, tidak perlu dikhawatirkan. Aku melanjutkan kembali perjalananku. Aku mengetuk pintu, tidak lama Mrs Rudolf membukanya dan tersenyum padaku. Aku bilang aku ingin meminta makanan karena perutku sudah sangat lapar. Saat aku tengah menyantap sup labu buatan Mrs Rudolf yang lezat ini, aku melihat Mr Rudolf tampak cemas. Dia berjalan-jalan di depan rumahnya dengan menekuk kedua lengan dibelakang punggungnya sambil beberapa kali memeriksa keadaan langit. 

“Sarah, cepatlah kau pulang !”

    Mr Rudolf ternyata mengusirku lagi. Awan mendung memang semakin menggunduk, tapi apa yang harus di cemaskan?

“Dia belum selesai. Biarlah dia tinggal disini untuk beberapa waktu.”

       Mrs Rudolf membelaku sambil menambahkan air teh di gelasku.

“Memangnya kenapa aku harus pulang? Aku takut sendirian di rumah.”

“Ayahmu pasti akan segera pulang.”

       Kejadian yang sama hampir terulang lagi. Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saat badai datang Edrick juga datang dan memperingatkanku untuk pergi dari rumah itu. Sekarang aku tidak ingin pulang karena sesuatu yang berbahaya pasti akan menghampiriku. Mungkin seekor ular yang pernah Edrick katakan padaku. Apapun alasannya aku harus tetap disini. Bagaimanapun Mr Rudolf mengusirku dari sini aku tidak akan pergi.

      Mr Rudolf menyuruhku untuk pulang beberapa kali. Semakin lama matanya terlihat semakin merah, aku tahu dia pasti jengkel dan marah padaku. Aku tidak peduli, aku tidak akan pergi. Sekarang, semakin terlihat bahwa Mr Rudolf tidak seperti saat pertama aku bertemu dengannya. Dulu dia sangat baik, tapi kini dia berteriak-teriak di depan wajahku. Mrs Rudolf menarikku menjauh, dia berusaha membelaku. Kini aku melihat mereka bertengkar, ini pasti salahku. Seperti ini juga yang aku lihat ketika papa dan mama bertengkar, pasti karena kesalahanku. Mereka berdua berpisah karena salahku. Sekarang aku tidak ingin melihat Mr dan Mrs Rudolf bertengkar gara-gara aku. Sepertinya lebih baik aku pergi saja.

        Aku berlari dari sana. Aku bodoh, terlalu keras kepala. Aku menghancurkan kebahagiaan mereka. Sekarang lebih baik aku pergi kemanapun asal tidak ke rumah itu. Meskipun angin semakin kencang aku tetap berusaha berlari. Saat aku melewati pagar rumah, aku berhenti sejenak dan menatap rumah itu, mengerikan. Kenapa aku bisa tinggal disana? Lalu tiba-tiba burung gagak berjatuhan disekitarku. Aku segera berlari lagi. Semuanya hanyalah padang rumput bisu yang tidak bisa menjelaskan apa-apa. Batu-batu ini tidak bisa menjelaskan padaku bahwa ada yang tidak beres dengan desa ini. Aku terus berlari sampai aku mendengar suara mobil mendekat dan berhenti. Aku memutar tubuhku, aku ingin meminta tumpangan tapi ternyata Mr Rudolf yang keluar dari sana. Dia menarikku masuk ke dalam mobilnya. Mobil besar berwarna merah seperti mobil yang pernah aku llihat waktu itu. Didalam mobil itu ada sebuah detektor berwarna hijau, jarumnya terus berputar-putar melacak sesuatu. Ada banyak tombol dan tuas kecil, juga sebuah senapan. Aku tidak berani berontak.

“Kau harus pulang, Sarah.”

“Mr Rudolf, kenapa kau memperlakukanku seperti ini?

“Karena kau telah menjadi incaran sejak pertama kau datang.”

        Aku tahu pasti akan terjadi hal buruk padaku. Aku dalam bahaya. Mr Rudolf ini orang jahat. Kami telah tertipu.

        Dia membawaku ke rumah, lalu menyeretku ke halaman belakang. Sepertinya aku mendengar suara Mrs Rudolf. Dia menyuruh suaminya agar tidak membawaku kesana, lalu dia menarik tanganku. Dan aku menjadi rebutan diantara mereka berdua. Tapi dengan kasar Mr Rudolf menepis isterinya sehingga dia terjatuh. Aku sangat kasihan padanya. Mrs Rudolf menangis dan berteriak saat aku dipaksa masuk ke dalam basement. Aku sangat takut, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku. Seperti yang pernah Edrick katakan, ada ular dibawah rumah ini, ular peliharaanya. Berarti Aku telah dijadikan umpan oleh pria tua itu. Pintu ditutup dengan kencang oleh Mr Rudolf, aku terus menangis dan menggedor-gedor pintu ini, tapi sepertinya mereka sudah pergi. Aku hanya mendengar suara tangisan Mrs Rudolf yang semakin menjauh.
        Sangat gelap didalam sini. Baunya sangat tidak enak. Aku mual, mual sekali. Aku harus segera mencari jalan keluar. Aku harus mencari pintu yang ada dibawah tangga. Tapi, selangkahpun aku takut bergerak. Dari luar aku mendengar suara angin bertiup dengan kencang. Aku harap Edrick menolongku. Aku mencoba melangkah dengan perlahan, sambil meraba tembok. Disuatu bagian dibalik ruangan ini ada sebuah ruangan yang agak terang, dan aku mencoba memasuki ruangan itu meskipun kakiku serasa kaku untuk digerakkan.

        Pasti tidak seorangpun akan menyangka apa yang ada disana. Demi Tuhan, aku ingin keluar dari sini. Ruangan yang diterangi oleh beberapa lampu obor ini sangat mengerikan. Banyak tulang belulang berserakan dengan bau bangkai yang sangat menyengat. Ruangan yang cukup luas ini sepertinya adalah bekas tempat penelitian ketiga ilmuan itu, James WG, Alex Marvin, dan Rudolf Stolzman. Karena disini banyak sekali barang-barang yang biasanya aku temukan di laboratorium sekolah yang keadaannya sudah usang dan kotor. Pasti ruangan inilah yang pernah mereka gunakan untuk membuat makhluk-makhluk mutasi, seperti yang telah mereka lakukan pada Edrick. Astaga aku ingin pingsan.

        Aku merasakan ada sesuatu yang  menggelisir dibelakangku. Saat aku memutar tubuhku, tidak ada apa-apa. Perasaanku mulai tidak enak. Aku takut, kakiku terasa kaku dan tanganku gemetar. Aku harus segera menemukan jalan keluar. Aku mengambil salah satu obor yang terpasang didinding, lalu beranjak dari tempat itu. Aku tidak menyangka bahwa basement rumah ini sangat luas. Aku berjalan dengan perlahan, memeriksa keadaan, memeriksa kakiku yang sepertinya menginjak sesuatu. Oh tidak, sepertinya ini, kulit ular ! Lebarnya sekitar 47 inci dan panjangnya kira-kira sekitar 53 kaki. Bulu kudukku seketika meremang. Aku segera berlari dan menemukan sebuah pintu, semoga ini pintu masuk kedalam rumahku. Tapi sangat sulit untuk dibuka. Lalu, aku berlari mencari pintu yang lain. Warna pintu ini sama dengan pintu yang berada dibawah tangga, aku ingat semalam pintu ini tidak dikunci, tapi ketika aku mencoba membukanya, tidak berhasil. Aku menggedor pintu itu, berharap papa telah berada di rumah. Berteriak sekuat mungkin agar ada seseorang yang menolongku. Di belakangku, aku mendengar sesuatu yang menggelisir lagi. Tidak, aku tidak mau menebak apa yang ada disana. Lalu aku melihat sebuah ventilasi yang telah dipaku oleh papan, tapi masih ada cahaya yang bisa menembus papan itu. Saat aku berlari menuju ventilasi itu, ada sesuatu yang mengejutkanku, sesuatu yang  mengerang dan berusaha mendobraknya. Apa itu? Aku sangat ketakutan. Aku melangkah mundur, sesosok makhluk itu telah berhasil membuka ventilasi lalu melesat kearahku namun ternyata dia tidak menyerangku. Dia terbang kebelakangku. Saat aku memutar tubuhku, aku hanya bisa terpaku dengan apa yang ada dibelakang tubuhku. Ternyata ada seekor ular yang amat besar sedang menganga yang hampir saja memangsaku. Aku melihat ular itu diserang oleh sesosok makhluk tadi dengan cakaran dan gigitannya. Itu, Edrick ! 

      Aku masih terpaku disana, menyaksikan perkelahian mereka sehingga tak mampu berkedip sedikitpun. Edrick, dia menyerang ular besar itu betubi-tubi. Meskipun mendapatkan beberapa kali serangan tapi sepertinya tidak mempan sedikitpun. Yang aku lihat Edrick semakin lemas. Lalu ular itu mengibaskan ekornya dan seketika Edrick terhempas dan terjatuh. Sekarang, ular itu menatapku dan mendesis, mengeluarkan lidah sebagai alat sensornya. Aku segera berlari kemanapun yang aku bisa. Aku masuk kedalam ruangan tempat yang mirip seperti sebuah laboratorium, lalu mencari apapun yang bisa aku gunakan untuk menyerang ular itu. Di dalam lemari kaca yang sudah lapuk dan berdebu aku menemukan sebotol alkohol dan pisau kecil yang sudah berkarat. Ini lumayan, bisa aku gunakan. Saat ular itu mulai mendekat kearahku, aku langsung menyemprotkan alkohol kearah matanya. Berhasil. Seketika ular itu panik dan pergi menjauhiku. Aku bernafas lega. Ternyata aku cukup berani untuk menyerang ular raksasa yang menyeramkan. Untung saja sedikitpun aku tidak terluka.

       Setelah aku memastikan tidak lagi mendengar pergerakan ular itu, aku segera berlari dari sana. Tapi, saat aku hampir mencapai pintu, aku mendengar suara mengerang kesakitan. Edrick. Itu pasti Edrick. Aku ingin menyelamatkan diri tapi Edrick dalam bahaya, tapi bila aku menyelamatkannya aku bisa mati. Aku adalah incaran ular itu. Tapi, aku tidak boleh egois, keselamatan Edrick adalah tanggung jawabku, dia telah berusaha  menyelamatkanku tadi. Akhirnya aku kembali kedalam basement dan mencari arah suara Edrick dengan perlahan-lahan. Disana, aku melihat ular itu melilit lelaki itu hingga tubuhnya lemas dan kehabisan nafas. Aku harus melakukan sesuatu sebelum dia mati. Aku masih memegang sebuah pisau berkarat yang aku temukan di ruangan tadi, lalu aku menusuk ular itu berkali-kali. Sayangnya, pisau ini tidak mempan. Ular itu terus mempererat lilitannya. Aku kehabisan ide untuk berbuat sesuatu, akhirnya aku menggores tanganku sendiri, mungkin saja bau darah ini bisa memancingnya. Benar, ini berhasil. Mata ular besar yang mengerikan itu langsung manatapku, lidahnya bergerak maju dan mundur. Edrick berhasil lepas dari lilitannya. Dan kini aku dalam bahaya. Aku berlari dari tempat itu sambil memegangi tanganku. Darah yang keluar cukup banyak dan meninggalkan jejak. Aku tidak akan bisa lolos. Aku terjebak diujung ruangan yang gelap dan tak bisa lari kemanapun lagi. Aku takut, aku belum siap untuk mati. Ular itu semakin mendekat kearahku, dia membuka mulutnya lebar-lebar lalu mengelilingi tubuhku. Aku dililitnya dengan kuat sampai aku merasa lemas. Sakit sekali, aku tidak bisa bernafas. Pandanganku mulai kabur. Tapi tiba-tiba lilitan ular itu mulai terlepas. Hidungku mulai bisa menghirup oksigen lagi dan tubuhku langsung limbung ketanah. Dengan perasaan antara sadar dan tidak sadar, aku melihat Edrick menyerang ular itu. Dia terlihat sangat buas dan menakutkan. Jauh lebih menakutkan dari saat pertama aku melihatnya. Edrick benar-benar seorang monster. Setelah itu, aku tidak melihat apa-apa lagi. Gelap.


*1 kaki=12 inch=30,48 cm


Yuhuuu...kayaknya gak ada tanda-tanda kehidupan gini ya. Hening banget ><
Masih lanjuuuttt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar