Cast: Edrick || Sarah a.k.a aku || and other support cast
Genre: Mistery, romance, school life
Enjoy!!
....
Tiba-tiba ada sebuah senter menyala di belakang kami. Edrick terlihat ketakutan, dia mengerang, menyeringai memunculkan gigi taring dan mata merahnya. Cahaya itu berasal dari sebuah senter besar berwarna putih yang di bawa oleh Mr Rudolf, dia memergoki kami. Dia sangat terkejut ketika melihatku sedang bersama Edrick, lalu dia menyuruhku untuk pergi menjauh. Suaranya gemetar, matanya melotot ketakutan.
“Sarah, apa yang kau lakukan disini?”
“Mr Rudolf.”
“Astaga, kau,...”
Mr Rudolf tidak melanjutkan perkataannya. Saat dia mendekati Edrick dan mendekatkan senter itu padanya, Edrick seketika pergi dan menghilang. Mr Rudolf masih terlihat gemetar, dia menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya. Di dalam, Mr Rudolf menceritakan padaku tentang siapa Edrick yang sebenarnya dan apa yang makhluk itu lakukan selama ini.
“Sarah, kenapa kau bisa bersama makhluk mengerikan itu? Apa kau tidak tahu dia akan memangsamu?”
“Hmm, aku juga tidak mengerti.”
“Dengar, Sarah. Dia adalah makhluk berbahaya. Jangan sampai kau bertemu dengannya lagi. Kau bisa mati.”
Aku sebenarnya ingin mengatakan bahwa Edrick adalah teman sekelasku dan selama ini dia tidak pernah melukaiku sedikitpun, kecuali secara tidak sengaja saat dia mencengkramku waktu itu. Tapi kupikir aku tidak perlu mengatakannya, karena hal itu pasti akan membuatnya marah dan melarangku pergi sekolah.
“Makhluk mengerikan itu telah membunuh sapi-sapiku.”
Mr Rudolf menghampiri perapian dan duduk di dekat sana, sedangkan aku masih berdiri sambil mencerna ucapan Mr Rudolf. Ucapannya memang lebih bisa diterima oleh pikiranku dibanding dengan ucapan Edrick yang mengatakan bahwa Mr Rudolf punya peliharaan ular besar di bawah rumahku. Aku memandang wajah Mrs Rudolf yang nampak khawatir.
“Dulu, aku dan pamanmu pernah mengurung makhluk itu di suatu tempat yang jauh dari sini, agar dia tidak membunuh semua ternak kami. Tapi penduduk desa ini tidak mempercayai kami karena hewan-hewan ternak mereka terus mati setiap hari, dan akhirnya mereka semua pindah ke kota satu-persatu.”
Mr Rudolf menatap perapian dengan tatapan kosong, seolah ingatannya tengah kembali ke masa lalu.
“Disaat penduduk desa mulai pergi, desa ini menjadi sangat sepi dan sunyi, dan makhluk itu tidak pernah muncul lagi sampai saat itu. Saat kutemukan sapiku mati dengan bekas gigitan dilehernya. Aku yakin pasti makhluk itu yang melakukannya. Dia kembali. Saat itu aku memerintahkanmu untuk tetap berada dirumah, karena makhluk itu bisa memangsa siapapun termasuk manusia, salah satunya ayahmu.”
Aku hanya bisa tercengang mendengar cerita dari Mr Rudolf, sekaligus bermunculan ribuan pertanyaan yang ingin aku katakan.
“Kau pasti tidak mengerti. Kau masih muda, kau juga bukan berasal dari sini. Aku hanya memperingatkanmu agar kau berhati-hati.”
Edrick benar-benar makhluk yang berbahaya. Tentu saja aku lebih percaya pada ucapan Mr Rudolf karena semuanya memang benar dan terbukti. Kini, terjawablah sudah hal-hal aneh yang membuatku penasaran waktu itu.
“Sebenarnya, darimana makhluk itu berasal. Apakah di negara ini ada makhluk seperti itu?”
“Entahlah, aku tidak mengerti dengan hal itu.”
Mendengar jawaban yang sesingkat itu aku merasa curiga. Kenapa Mr Rudolf tidak mengetahui asal usul makhluk itu? Dan kenapa dia tidak mencari tahu. Apakah makhluk seperti itu tidak hanya satu, atau bagaimana cara untuk membunuhnya hal seperti itu harus dicari jawabannya.
Aku berlari dari rumah Mr Rudolf menuju rumahku. Seandainya polisi sudah tidak ada aku akan mencari tahu jejak makhluk itu sendiri. Dan memastikan bahwa dialah yang telah melukai papa. Mr Rudolf beranjak dari tempat duduknya dan mengejarku, aku tidak peduli, dia sudah tua dan aku rasa dia tidak akan bisa mengejarku. Aku harap saat ini aku bisa bertemu dengan Edrick agar bisa kutanyakan semua langsung padanya. Tapi, seperti yang sudah-sudah, dia tidak ada. Makhluk itu selalu menghilang setiap aku membutuhkannya. Tunggu, membutuhkannya? Apa aku bilang aku membutuhkannya? Tentu saja tidak, tidak sama sekali. Meskipun dia menghilang untuk selama-lamanya kupastikan aku tidak akan merasa kehilangan, malah aku merasa sangat bersyukur.
Setibanya di gerbang rumah, polisi masih berada disana, aku hanya tidak habis pikir sebenarnya apa yang mereka lakukan. Sudah berjam-jam mereka berdiri dan menyelidiki hal konyol semacam ini. Sia-sia saja, mereka tidak akan bisa menangkap pelakunya. Apa mereka tidak sadar bahwa mereka telah dibodohi oleh makhluk itu? Aku berjalan dengan setengah mengendap-endap tapi ternyata telinga mereka cukup tajam untuk mendengar suara langkah kakiku. Mereka memergokiku yang akan menerobos masuk lewat pintu belakang.
“Hei, apa yang kau lakukan disini?”
“Maaf, Sir, aku pemilik rumah ini.”
“Saya sudah tahu. Siapapun dilarang melintas ataupun masuk.”
“Tolonglah, Sir, sebentar saja. Aku hanya ingin mengambil buku-buku pelajaranku. Kumohon izinkan aku.”
“Tidak bisa. Kau harus ikut ke kantor untuk memberikan keterangan.”
“Aku tidak bisa, Sir, besok ada ujian. Jadi aku harus pergi ke sekolah.”
“Hari ini kau harus ikut ke kantor.”
“T..Tunggu dulu. Kumohon, Sir, apa Anda tidak merasa iba padaku. Aku sudah sangat lelah hari ini. Aku sangat tidak mengerti apa yang terjadi. Sepulang dari pesta ulang tahun temanku tiba-tiba saja ayahku dibawa ke rumah sakit. Apa Anda tidak mengerti betapa sedihnya aku, bahkan disaat ayahku sedang sakitpun aku harus tetap belajar, dan aku bahkan tidak bisa beristirahat sama sekali. Aku sangat lelah.”
Aku mulai menitikan air mata agar polisi itu merasa iba padaku. Sungguh, air mataku ini memang air mata kesedihan, tidak dibuat-buat sama sekali. Aku masih memikirkan keadaan papa. Dan aku juga harus memikirkan hal lain diluar itu. Ini benar-benar membuatku gila.
“Bagaimana kalau besok kalian menjemputku sepulang sekolah. Dengan begitu aku tidak akan merasa terbebani.”
Dan polisi itu akhirnya luluh juga. Aku diperbolehkan pergi ke kamar untuk mengambil buku-bukuku, tentu saja dengan diawasi oleh mereka. Aku jadi tidak bisa mengamati tempat insiden itu terjadi. Tak apa, aku akan menunggu.
Sebenarnya, aku malu untuk datang ke rumah Mr Rudolf lagi, tapi dengan sisa malam ini aku harus beristirahat barang sebentar saja. Apakah mereka akan membiarkanku masuk? Aku sudah terlalu banyak merepotkan mereka, aku sadar itu. Daun pintu terbuka di depanku, itu Mrs Rudolf, dia menyambutku dengan senyuman. Aku sedikit canggung saat dia mempersilahkanku untuk masuk akhirnya aku meminta untuk menginap disana. Kulihat Mr Rudolf diam saja, tapi meskipun wajahnya agak menyeramkan dan terlihat galak, aku tahu Mr Rudolf orang yang baik. Dia memberiku secangkir teh hangat yang dia buat sendiri. Aku tersenyum padanya, tapi dia tidak membalas senyumku.
“Terimakasih, sudah mengizinkanku menginap disini.”
“Tidak masalah. Rumah ini selalu terbuka untukmu. Pasti hari ini sangat melelahkan untukmu. Ayahmu akan baik-baik saja.”
Mrs Rudolf mengambil tas punggungku, dia menyimpannya di atas meja. Bersebelahan dengan foto-foto yang mereka pajang didalam sebuah bingkai kecokelatan.
Ini hari yang sangat panjang. Mataku tidak bisa terpejam sama sekali. Aku melirik ke arah jam dinding tapi tidak terlihat. Terlalu gelap. Matahari bahkan belum muncul. Sudah setengah jam aku berbaring di ranjang yang tidak empuk ini. Badanku sakit, kakiku kesemutan, aku melirik ke arah Mr dan Mrs Rudolf yang terlihat sangat nyenyak dengan tidurnya. Baiklah, mungkin hari ini aku akan tetap terjaga sampai fajar.
* * *
* * *
Dear momokochi
Inilah yang sangat tidak aku mengerti. Orang itu, beserta sikapnya. Pikiranku selalu mengulang semua yang pernah dilakukan orang itu padaku, sehingga membuatku seperti orang gila. Aku tidak ingin mendekatinya untuk bicara padanya karena hal buruk akan terjadi padaku. Aku hanya akan dianggap sebagai perempuan murahan. Aku tahu, anak populer itu harus berteman dengan anak populer juga, jadi bagi seorang pecundang sepertiku ada batasan-batasan tertentu untuk bergaul dengan setiap orang. Bahkan mereka juga punya undang-undang tersendiri untuk mengatur si kaya dan si miskin atau si bodoh dan si pintar dalam bergaul. Tidak ada pilihan lain bagiku selain mengalah dan bertahan. Aku tidak pernah menangis, maksudku menangis terlalu sering. Di sekolah ini aku sudah hapal dengan semua karakter teman-temanku, ya meskipun mereka hanya menganggapku sebagai bahan olokan, bukan teman.
Semalam aku tidak belajar, juga tidak tidur, apalagi ditambah dengan memikirkan keadaan papa. Aku merindukannya. Dan sekarang aku melihat hal yang hanya membuatku panas, melihat mereka berdua membuat pikiranku semakin tidak berkonsentrasi dengan soal yang ada di mejaku. Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa perempuan itu menggoda seorang monster yang aku sukai disaat sedang ujian. Aku tidak setuju dengan pengacakan tempat duduk ini karena mereka berada di depan bangkuku. Sungguh menjengkelkan. Aku juga heran mengapa Miss Ryn membiarkan mereka berdiskusi sambil tertawa bahkan terdengar sangat jelas sekali. Ini membuat telingaku semakin sakit. Sudahlah, jangan hiraukan mereka, jangan hiraukan. Bukankah ini kesempatan bagiku untuk mengalahkannya? Kondisi seperti ini akan membuatnya kehilangan konsentrasi dan menurunkan nilai ujiannya. Aku harus berusaha.
Astaga, aku lupa. Hari ini polisi akan menjemputku ke sekolah. Pasti ini akan menjadi hal paling memalukan yang pernah ada selama ini. Bagaimana ini? Pasti orang-orang di sekolah ini akan mengira bahwa aku pecandu narkoba, pencuri, atau berkendara tanpa SIM. Aku terus berjalan di sepanjang lorong koridor menuju lokerku. Aku khawatir tiba-tiba polisi datang lalu memborgolku dan menyeretku ke kantor polisi. Pasti disana mereka akan mengintrogasiku dengan pertanyaan-pertanyaan aneh yang menyudutkanku.
Di papan pengumuman ternyata nilai ujian sudah di tempel, lebih cepat dari dugaanku. Disana sudah ada banyak siswa yang berebut ingin melihat nilai ujian mereka. Padahal, nilai-nilai mereka itu tidak pernah lebih baik dari nilai-nilaiku sebelumnya. Tapi mereka begitu bersemangat dan rela berdesak-desakan. Sebenarnya aku tidak terlalu khawatir dengan nilaiku, hasilnya tidak akan mengecewakan, tapi aku penasaran apakah nilaiku kali ini lebih tinggi dari nilai lelaki itu? Saat itu aku berusaha menyelinap diantara kerumunan orang agar bisa berada di tempat paling depan, dengan begitu semua nilai akan terlihat jelas olehku. Aku memang tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Biasanya aku akan menunggu orang-orang pergi dan saat papan sudah sepi baru aku melihat nilaiku. Tapi akan terlalu lama jika aku melakukan hal itu, karena polisi akan segera datang menangkapku.
Tidak. Tidak mungkin ! Aku tetap kalah. Tapi aku tidak percaya bahkan aku kalah dari Beau, perempuan famous yang selalu menghabiskan waktunya di salon dan berbelanja. Aku syok, kepalaku mulai pening. Sepertinya aku akan pingsan saat ini juga seandainya aku tidak merasakan sesuatu yang menggelikan di belakang leherku, yang sedari tadi telah membuat bulu kudukku meremang. Lalu aku mendengar seseorang bicara.
“Sayang sekali, ya, kau tetap gagal.”
Saat aku memutar tubuhku, ternyata Edrick tengah berdiri dibelakangku. Untuk menatap wajahnya aku harus mendongakkan kepalaku saat kukira tubuhnya sekarang menjadi lebih tinggi, ah, yang benar saja, ternyata dia hanya berjinjit, sehingga nafasnya sangat terasa di kulit leherku. Dia tidak menatapku dengan mata, melainkan dengan lubang hidungnya. Melirikku dengan sangat sinis, lalu pergi. Huh, sombong sekali. Tunggu saja, suatu saat aku akan membalasnya, menjadi orang nomor satu di sekolah dan menjadi populer.
...tbc
Kayaknya semakin kesini makin ruwet, yaaa...hehehe
Tenang, ada sesi tanya jawab kok *ngarep*..
See ya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar