Title: BAILOCH
Cast: Edrick || Sarah a.k.a aku || and other support cast
Genre: Mistery, romance, school life
Enjoy!!
...
Dear momokochi
Sepertinya ada yang salah dengan rumah ini. Seringkali aku mencium bau aneh, seperti bau ikan busuk atau bangkai. Tapi sayangnya papa mengaku tidak pernah mencium apa-apa. Setiap pulang sekolah aku sering pergi ke rumah Mr Rudolf untuk bermain bersama sapi-sapi mereka. Aku merasa bosan dan kesepian harus tinggal di rumah sendiri. Papa terlalu sibuk bekerja dan pulang larut malam sehingga tidak ada waktu luang untukku. Desa ini sangat sepi, tidak ada anak seusiaku di sekitar sini. Aku hanya bisa bertemu teman-teman saat sekolah saja. Tapi kebanyakan dari mereka tidak bersahabat denganku.
Aku tidak pernah tahu apa lagi salahku selain sejak hari pertama masuk sekolah, karena masalah vampire itu. Mereka terus mengejekku dan menjailiku. Aku juga punya nama panggilan baru di sekolah, Yellow. Alasanya karena aku berasal dari Asia, tepatnya Indonesia. Mereka mengira kulitku terkena penyakit kuning seumur hidup, padahal warna kulitku adalah coklat, warna sawo.
Aku tidak pernah tahu apa lagi salahku selain sejak hari pertama masuk sekolah, karena masalah vampire itu. Mereka terus mengejekku dan menjailiku. Aku juga punya nama panggilan baru di sekolah, Yellow. Alasanya karena aku berasal dari Asia, tepatnya Indonesia. Mereka mengira kulitku terkena penyakit kuning seumur hidup, padahal warna kulitku adalah coklat, warna sawo.
Di sekolah aku fokus untuk belajar karena mereka tidak mau bicara padaku. Sesekali juga aku memperhatikan orang itu, yang sejak pertama bertemu aku sudah menuduhnya seorang vampire. Jika aku lihat lebih dalam, orang itu sangat manis dan juga pintar. Seberapa kerasnya aku belajar aku tetap tidak bisa mengalahkannya. Sama seperti yang lainnya, dia juga tidak pernah bicara padaku padahal aku menyukainya. Tapi lupakanlah, aku harus terbiasa dengan kondisi seperti ini. Sekarangpun, sejak hari itu aku tidak pernah melihat makhluk menyeramkan itu lagi, tapi rumahku tetap terasa sangat menyeramkan.
* * *
* * *
Saat sekolah libur, seperti biasa aku berjalan ke rumah Mr Rudolf, katanya dia akan mengajakku memeras susu sapi dan menjualnya ke pasar. Setibanya aku disana, Mr Rudolf terlihat bersedih, dia berdiri di depan pintu kandang sapi-sapinya. Aku segera berlari menghampirinya, ternyata Max, salah satu sapinya yang aku beri nama itu mati. Aku mendekat ke arah bangkai sapi kesayanganku itu, disana aku melihat bekas gigitan di lehernya. Perutnya terkoyak dengan kondisi organ bagian dalamnya keluar. Lalat-lalat juga menggerumuninya. Kasihan sekali, Max.
“Dia sudah kembali.”
Aku memutar badanku ke arah Mr Rudolf, dia mengatakan sesuatu yang tidak aku mengerti.
“Sarah, hubungi ayahmu sekarang juga !”
“Ada apa?”
“Lakukan saja !”
Mr Rudolf membentakku, aku terkejut dan langsung berlari ke dalam rumahnya untuk menghubungi papa. Tapi, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Mr Rudolf hanya menyuruhku untuk menghubungi papa tanpa mengatakan apa yang sedang terjadi. Tidak lama dia datang dengan cemas dan membisiki isterinya sesuatu. Mereka nampak khawatir. Aku yang tengah memegang gagang telepon, masih menunggu jawaban dari papa. Lalu Mr Rudolf menghampiriku dan mengambil teleponnya. Mrs Rudolf memegang kedua pundakku, mengajakku untuk menjauh, seperti dengan sengaja agar aku tidak mendengar percakapan mereka. Dia membisiki sesuatu di telingaku, menyuruhku untuk segera pulang. Padahal Mr Rudolf berjanji akan memeras susu sapi denganku hari ini. Aku melihat Mr Rudolf berjalan dengan cepat sambil membawa kapak dan gerobak menuju kandang sapinya, aku segera mengejarnya untuk meminta sebuah penjelasan.
“Mr Rudolf apa yang terjadi?”
Dia tidak mempedulikanku, aku mencoba bertanya padanya lagi. Akhirnya dia menghentikan langkahnya dan menatapku dengan mata melotot.
“Pulanglah ! Dia akan kembali. Disini berbahaya !”
Aku sama sekali tidak mengerti apa yang Mr Rudolf katakan. Dia siapa? Berbahaya kenapa? Dia terus menyuruhku pulang.
“Sarah, sekarang pulanglah ! Tutup dan kunci semua pintu dan jendela. Jangan kemana-mana !”
“Aku tidak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi?”
“Ayahmu akan segera pulang.”
Wajahnya nampak kebingungan untuk mengatakan sesuatu yang ingin aku dengar. Dia tidak menjelaskan apa-apa selain menyuruhku pulang. Meskipun aku tidak mendapat jawaban atas apa yang sedang terjadi saat ini, aku menuruti perkataannya dan segera pulang ke rumah. Hari masih pagi, apa yang harus aku lakukan di rumah tua yang menyeramkan itu?
Setibanya aku di halaman rumah, pintu gerbang terbuka. Seingatku tadi aku menguncinya. Aku segera berlari karena mungkin saja papa telah pulang, tapi aku tidak menemukan mobilnya dimanapun. Pintu depan juga sedikit terbuka, jangan-jangan yang dimaksud Mr Rudolf adalah pencuri atau pembunuh? Aku jadi takut untuk masuk ke dalam.
Waktu menunjukkan pukul 10, jam besar di dalam rumah tua ini berdentum sampai terdengar olehku. Aku masih menunggu papa pulang di depan gerbang. Mataku tidak henti-hentinya memeriksa keadaan sekitar. Suasana hari ini sangat lain, aku khawatir papa mengabaikan telepon dari Mr Rudolf dan malah pulang malam. Angin berhembus kencang dan seketika debu beterbangan berhamburan ke wajahku. Mataku hampir tidak bisa melihat apa-apa. Langit tiba-tiba mendung, burung-burung gagak beterbangan di langit dan tiba-tiba saja tergeletak mati di hadapanku. Sungguh, aku mulai ketakutan. Aku takut berada di luar, takut juga untuk masuk ke dalam.
“Papa cepatlah pulang.”
Akhirnya aku mendengar suara klakson mobil dari ujung jalan. Aku benar-benar lega papa bisa segera pulang. Aku menceritakan bahwa ada yang aneh dengan rumah ini, tentang pintunya, dan burung gagak yang mati tiba-tiba. Tapi papa tidak mempercayaiku.
“Kalau papa tidak percaya dengan ceritaku, lalu kenapa papa pulang cepat?”
“Akan ada badai yang datang, semua pekerjaan papa di tunda sampai badai berakhir.”
“Lalu apa yang Mr Rudolf katakan tadi?”
“Umm, Mr Rudolf tidak menelepon papa.”
“Bukan dia, tapi aku yang menelepon dan Mr Rudolf yang bicara.”
“Sungguh. Tidak ada panggilan masuk sejak pagi tadi.”
Ada apa ini? Semuanya benar-benar aneh. Aku terpaku sesaat, segera aku menepis semua prasangka-prasangka burukku.
Papa menyalakan tv, menonton siaran berita bahwa akan ada badai hari ini. Aku memperhatikannya dari anak tangga ke sebelas. Papa benar-benar tidak merasakan apa yang aku rasakan. Dia terlihat santai sambil menyeruput kopi dari cangkirnya seolah tidak akan terjadi apa-apa di rumah tua ini. Sejak pertama aku menginjakkan kaki pun aku merasa ada yang tidak beres. Dari bau-bau aneh sampai makhluk menyeramkan yang masuk ke dalam kamarku waktu itu, aku yakin ada penghuni lain di rumah ini selain kami berdua.
Aku syok ketika mendapati kamarku yang tiba-tiba berantakan. Angin besar masuk dari jendela kamarku yang seingatku tidak pernah aku buka sejak malam itu. Kertas dan daun-daun beterbangan dan pintu kamarku menutup tiba-tiba. Terkunci. Aku berteriak sekeras mungkin dan menggedor-gedor pintu untuk memanggil papa, tapi tiba-tiba ada yang menarik tanganku dan membekap mulutku. Makhluk itu, dia datang lagi ! Menyeramkan sekali. Menyeringai padaku menunjukkan deretan gigi taringnya. Aku mencoba melawan dan melepaskan tangannya dariku, tapi kuku-kukunya yang runcing melukai lenganku. Darah mengalir. Aku meringis kesakitan dan menangis. Makhluk itu mengendus seperti anjing lalu menjilati lenganku yang berdarah, dan lukaku sembuh seketika. Apa? Dia tidak memakanku? Makhluk itu melepaskan cengkramannya dan membiarkanku bernafas. Tapi sepertinya aku lupa cara bernafas. Aku ketakutan dan megap-megap seperti ikan yang naik ke daratan, tidak bisa aku mengerti semua ini. Dia berdiri di depanku, memperhatikanku yang kini banjir oleh keringat dan air mata.
“Kau, dalam bahaya. Pergilah dari sini !”
Perlahan-lahan aku melihat makhluk itu berubah. Warna matanya berubah menjadi biru. Telinga, kuku, dan gigi taringnya menyusut menampakan wujud seperti manusia normal.
“Edrick?”
Tidak, tidak mungkin. Makhluk itu ternyata Edrick? Saat aku melangkah mendekatinya, dia melangkah mundur menjauhiku. Lalu akhirnya dia pergi. Apa aku tidak salah lihat? Dia adalah vampire itu. Dugaanku ternyata benar dan aku tidak berhalusinasi.
“Sarah?”
Papa mengetuk pintu dan masuk ke dalam kamarku. Ketika papa melihat keadaan kamarku yang berantakan, dia mengira aku sedang marah. Padahal sudah kucoba untuk menjelaskan semuanya tapi papa tetap keras kepala.
“Mana mungkin.”
Itulah yang selalu papa katakan. Dia menempelkan punggung tangannya ke keningku berkali-kali. Aku tidak sedang sakit. Lalu dia menyuruhku untuk membereskan semuanya. Aku sudah cukup lelah dengan hal ini. Andai saja papa melihat makhluk itu aku yakin dia akan ketakutan juga.
Hari ini berlalu sangat lama, langit masih gelap dan angin bertiup kencang. Aku mengamati sekitar dari jendela kamarku. Tadi Edrick melompat keluar dari sini. Sama seperti saat dia masuk waktu itu.
* * *
* * *
Malam ini aku tidak ingin tidur sedikitpun, aku akan menunggu makhluk itu datang. Aku yakin itu Edrick. Jendela kamar sengaja aku buka lebar-lebar dan lampu kamar aku matikan. Sengaja aku memancingnya untuk masuk dan akan ku tangkap dia. Aku tidak takut lagi karena tadi siangpun dia tidak memakanku. Dia hanya secara tidak sengaja melukaiku lalu melakukan hal menjijikan yang tidak ingin aku ingat. Lewat pukul dua belas malam, dia masih belum datang juga. Aku menghampiri jendela dan mengintip pelan-pelan. Keberadaan pohon sycamore itu membuat rumah ini terlihat angker saat malam hari. Mataku menyusuri setiap sudut wilayah sana. Semuanya normal, tidak ada apa-apa. Tapi setelah dengan cermat mengamati, di batang pohon sycamore itu ada dua buah cahaya merah yang menyala. Itu dia, aku yakin dia ada disana. Aku segera berlari keluar rumah dan mendekati arah cahaya merah itu.
“Edrick, apa kau disini? Aku tahu itu kau, keluarlah !”
Hening.
“Baiklah, kalau kau bukan Edrick siapapun dirimu keluarlah. Jangan menjadi pengecut !”
Tiba-tiba sesosok makhluk hitam muncul menggantung di atas pohon tepat di depan wajahku. Aku terkejut bukan main dan melompat mundur. Dia muncul dari balik batang pohon. Posisi kepalanya menggantung ke bawah dan wajahnya membelakangiku. Aku mendekat perlahan, sangat perlahan-lahan, memastikan bahwa itu adalah Edrick bukan makhluk lain yang aku temui. Aku berusaha mengenali sosok itu, kebetulan sekali awan mulai bergerak menjauhi bulan, cahayanya masuk diantara celah-celah daun sycamore dan menampakkan wajah makhluk itu yang sebenarnya. Edrick.
Untuk beberapa saat aku berdiri disana, terdiam. Hanya menatapnya tanpa berkata sepatah katapun, dia pun begitu. Aku tidak tahu apa yang ingin aku katakan. Ternyata dia adalah makhluk yang mengerikan.
* * *
* * *
Aku membuka mataku dan tanpa sadar aku telah berada diatas ranjangku. Aku tidak ingat apa yang terjadi semalam setelah kejadian itu dan tiba-tiba aku langsung berada disini. Semalam aku melihat sosok makhluk itu, mungkin itu adalah sosok Edrick yang sebenarnya. Aku yakin semua ini bukan mimpi. Pada hari-hari berikutnya, semuanya menjadi lebih tenang. Setiap malam berlalu tanpa kehadiran makhluk itu lagi. Dia menghilang.
...tbc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar